Senin, 10 Juni 2013

Pengertian wakaf

Pengertian wakaf
Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi rukun dan syaratnya. Adapun rukun wakaf ada 4 macam, sedangkan syaratnya ada pada setiap rukun-rukun tersebut, yaitu:[1] 1. Wakif (orang yang mewakafkan). 2. Mauquf (barang yang diwakafkan). 3. Mauquf ‘Alaih (orang atau lembaga yang berhak menerima harta wakaf). 4. Shigat (pernyataan wakif sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan harta bendanya). - Syarat Wakif. Orang yang mewakafkan disyaratkan cakap bertindak dalam membelanjakan hartanya. Kecakapan bertindak disini meliputi 4 macam kriteria, yaitu: 1 Merdeka. 2 Berakal sehat. 3 Dewasa. 4 Tidak di bawah pengampuan.' - Syarat Mauquf. Benda-benda yang diwakafkan dipandang sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Benda tersebut harus mempunyai nilai. 2. Benda bergerak atau benda tetap yang dibenarkan untuk diwakafkan. 3. Benda yang diwakafkan harus tertentu (diketahui) ketika terjadi wakaf. 4. Benda tersebut telah menjadi milik si wakif. - Syarat Mauquf ‘Alaih. Mauquf ‘Alaih yaitu orang atau badan hukum yang berhak menerima harta wakaf. Adapun syarat-syaratnya ialah: 1. Harus dinyatakan secara tegas pada waktu mwngikrarkan wakaf, kepada siapa/apa ditujukan wakaf tersebut. 2. Tujuan wakaf itu harus untuk ibadah. - Syarat Shighat. Shighat akad adalah segala ucapan, tulisan atau isyarat dari orang yang berakad untuk menyatakan kehendak dan menjelaskan apa yang diinginkannya. Adapun syarat sahnya shighat adalah: 1. Shighat harus munjazah (terjadi seketika). 2. Shighat tidak diikuti syarat bathil. Shigaht tidak diikuti pembatasan waktu tertentu. 3. Tidak mengandung suatu pengertian untuk mencabut kembali wakaf yang sudah dilakukan. [1]Faishal Haq, Drs dan A. Saiful Anam, Drs. H, Hukum Wakaf dan Perwakafan di Indonesia, Garoeda Buana Indah, Pasuruan, 1993, hal. 17-29
Selanjutnya »

Struktur KUA Kecamatan Klojen

Struktur KUA Kecamatan Klojen
********* Klik Gambar untuk memperbesar
Selanjutnya »

DAFTAR PEGAWAI

DAFTAR PEGAWAI

NO.
NAMA
TEMPAT/TGL LAHIR
PANGKAT/GOL
PENDIDIKAN
TGL. TUGAS
1.
ACHMAD SHAMPTON,SHI
NIP. 197204232003121002
Malang,
23 April 1972
Penata Muda/ IIIb
S1 Syariah STAIN Malang
01-02-2012
2.
AHMAD HADIRI,S.Ag
NIP. 197506222005011002
Sumenep,
22 Juni 1975
Penata / IIIc
S1 Syariah IAIN Surabaya
01-09-2012
3.
ENI NURHAYATI
NIP. 196501081989035002
Malang,
08 Jan 1965
Penata Muda/ IIIb
Diploma
01-09-2012
4.
DJULI RELAWATI, A.Ma
NIP. 196407091986032002
Manado
09 Juli 1964
Penata Muda/IIIb
Diploma
01-09-2012
5
YUDI ASMARA, SH
NIP. 19681101198031001
Malang,
10 Jan 1968
Penata Muda/IIIb
S1 Hukum
01-09-2012
6.
Khoirul Saleh
Malang,
01-08-1970
Sukwan
S1 Syariah UMM
02-01- 2003
8.
Puji Siama, SE
Simalungun,
04-11-1972
Sukwan
S1 Ekonomi UNISMA
01-07-2003
9.
Katijo
Pacitan,
18-08-1963
Sukwan
SD
Thn 1977
Selanjutnya »

Pengumuman Kehendak Nikah

Pengumuman Kehendak Nikah
Untuk melihat data lebih jelas klik DETAIL
Selanjutnya »

Resep Bahagia Jalani Pernikahan

Resep Bahagia Jalani Pernikahan
Oleh : Ust. Taufiq Rahman
Memiliki sebuah pernikahan yang langgeng tentu butuh usaha lebih dari pasangan. Anda tidak bisa hanya berdiam diri, tanpa melakukan apapun ketika suatu permasalahan menerpa kehidupan rumah tangga. Terapis pernikahan yang menulis buku 'Shame and Anger: The Criticism Connection' Brock Hansen menyarankan cobalah untuk belajar membuat pasangan bahagia. Sebaiknya jadikan hal tersebut sebagai tujuan hidup Anda selama menjalani pernikahan. Hansen memaparkan kebahagiaan dalam sebuah pernikahan bisa dicapai dengan lima cara ini. Berlatihlah terus untuk melakukan lima tips yang disarankan pria lulusan Johns Hopkins University ini, karena menurutnya, terkadang pasangan lupa atau terlalu menerima segala sesuatunya apa adanya.
1. Miliki kemampuan untuk mendengarkan. Jauh di dalam lubuk hatinya, setiap orang pasti selalu ingin mendapat perhatian yang tidak terbagi dari orang yang dicintainya. Sayangnya tidak semua orang memiliki kemampuan untuk menjadi pendengar yang baik. Di zaman sekarang ini, dengan kehadiran gadget nan canggih, Anda bisa jadi sangat mudah teralihkan dari sebuah obrolan yang sedang berlangsung. Seseorang juga bisa jadi teralihkan fokusnya ketika mendengarkan pembicaraan orang lain dengan pikiran-pikirannya sendiri. Hansen menyarankan jika memang Anda ingin jadi pendengar yang baik untuk pasangan, tunjukkan antusiasme pada pembicaraannya. Antusiasme itu bisa diperlihatkan melalui ekspresi, nada suara dan irama Anda bicara. 2. Jangan ragu untuk mengungkapkan perasaan dan keinginan. Ini artinya Anda sudah harus tahu apa yang sebenarnya Anda inginkan dan itu tidak selalu pasangan memang mengetahuinya. Ketika melakukan cara kedua ini, Anda harus berhenti melakukan hal-hal yang selama ini bisa menimbulkan pertengkaran, misalnya berasumsi kalau pasangan sudah tahu, langsung marah atau mengeluh ketika tidak mendapatkan apa yang diinginkan atau menggunakan langkah-langkah manipulatif. Menurut Hansen, dengan mengatakan apa sebenarnya perasaan atau keinginan Anda, mempermudah pasangan untuk memberinya. 3. Coba lakukan hal baru bersama-sama. Beberapa pasangan menikah merasa kehidupan rumah tangga mereka membosankan. Tentunya agar kebosanan itu tidak terus terjadi dan menimbulkan dampak buruk, lakukanlah suatu hal baru bersama-sama. Cara ini bisa dilakukan ketika Anda sudah menerapkan langkah pertama dan kedua. Artinya Anda siap memberitahukan keinginan untuk melakukan hal baru tersebut dan pasangan mau mendengarkannya. Setelah mencoba melakukan sesuatu yang baru tersebut, berbagilah lagi. Ungkapkan bagaimana perasaan masing-masing ketika melakukannya, apakah menyukainya atau justru tidak mau melakukannya lagi. 4. Ekspresikan rasa terimakasih. Hansen mengatakan mengekspresikan dan menerima penghargaan atau terimakasih merupakan cara paling alami untuk meningkatkan kualitas hubungan. Ucapkan rasa terimakasih atau bentuk penghargaan itu dengan tulis agar kalimat tersebut tidak hanya sekadar kalimat tanpa arti atau rutinitas belaka. 5. Tunjukkan kasih sayang sesering mungkin. Ketika pasangan sudah berhasil mempraktekkan cara ketiga, menurut Hansen, pasangan akan mudah untuk saling menyayangi dan peduli. Semua langkah-langkah di atas, termasuk yang kelima ini tentunya butuh usaha untuk terus dilakukan. Kelima cara tips di atas, sebagian memang telah dibahas dalam beberapa kitab kuning terkait pernikahan. Namun, tidak ada salahnya kita praktikkan agar kehidupan rumah tangga kita semakin harmonis, sakinah, dipenuhi mawaddah dan rahmah, cinta dan kasih sayang. Selamat menempuh hidup baru dalam mengisi lembaran hidup baru di hari raya yang bahagia ini.
Selanjutnya »

Mencontoh Sayidina Umar Dalam Menghadapi Isteri

Mencontoh Sayidina Umar Dalam Menghadapi Isteri
Adakah Istri Yang Tidak Cerewet? Sulit menemukannya. Bahkan istri Khalifah sekaliber Umar bin Khatab pun cerewet. Seorang laki-laki berjalan tergesa-gesa. Menuju kediaman khalifah Umar bin Khatab. Ia ingin mengadu pada khalifah; tak tahan dengan kecerewetan istrinya. Begitu sampai di depan rumah khalifah, laki-laki itu tertegun. Dari dalam rumah terdengar istri Umar sedang ngomel, marah-marah. Cerewetnya melebihi istri yang akan diadukannya pada Umar. Tapi, tak sepatah katapun terdengar keluhan dari mulut khalifah. Umar diam saja, mendengarkan istrinya yang sedang gundah. Akhirnya lelaki itu mengurungkan niatnya, batal melaporkan istrinya pada Umar. Apa yang membuat seorang Umar bin Khatab yang disegani kawan maupun lawan, berdiam diri saat istrinya ngomel? Mengapa ia hanya mendengarkan, padahal di luar sana, ia selalu tegas pada siapapun? .
Umar berdiam diri karena ingat 5 hal. Istrinya berperan sebagai BP4. Apakah BP4 tersebut? 1. Benteng Penjaga Api Neraka 2. Pemelihara Rumah tangga 3. Penjaga Penampilan suami 4. Pengasuh Anak-anak 5. Penyedia Hidangan Dengan mengingat lima peran ini, Umar kerap diam setiap istrinya ngomel. Mungkin istri capek, mungkin dia jenuh dengan segala beban rumah tangga di pundaknya. Istri telah berusaha membentenginya dari api neraka, memelihara hartanya, menjaga penampilannya, mengasuh anak-anak, menyediakan hidangan untuknya. Untuk segala kemurahan hati sang istri, tak mengapa ia mendengarkan keluh kesah buah lelah. Umar hanya mengingat kebaikan-kebaikan istri untuk menutupi segala cela dan kekurangannya. Bila istri sudah puas menumpahkan kata-katanya, barulah ia menasehati, dengan cara yang baik, dengan bercanda. Hingga terhindar dari amarah dan caci maki tak terpuji. Akankah suami-suami masa kini dapat mencontoh perilaku Umar ini. Ia tak hanya berhasil memimpin negara tapi juga menjadi imam idaman bagi keluarganya :)
Selanjutnya »

Belajarlah saling memaafkan.

Belajarlah saling memaafkan.
Ini adalah sebuah kisah tentang dua orang suami istri yg sedang berjalan melintasi gurun pasir. Ditengah perjalanan, mereka bertengkar & suaminya menghardik istrinya dengan sangat keras. Istri yg kena hardik, merasa sakit hati, tapi tanpa berkata-kata, dia menulis diatas pasir : "HARI INI SUAMIKU MENYAKITI HATIKU" Mereka terus berjalan, sampai menemukan sebuah oasis dimana mereka memutuskan untuk mandi. Si Istri mencoba berenang, namun nyaris tenggelam dan berhasil diselamatkan suaminya. Ketika dia mulai siuman & rasa takutnya hilang dia menulis disebuah batu: "HARI INI SUAMIKU YG BAIK MENYELAMATKAN NYAWAKU"
Suami bertanya: “kenapa setelah saya melukai hatimu, kamu menulisnya diatas pasir & sekarang kamu menulis diatas batu?” Istrinya sambil tersenyum menjawab : “ketika kita harus menulisnya diatas pasir agar angin maaf datang berhembus & menghapus tulisan itu.. Bila sesuatu yg luar biasa diperbuat suamiku, aku harus memahatnya diatas batu hatiku, agar tak bisa hilang tertiup angin." PESAN MORAL, Dalam hidup ini sering timbul beda pendapat & konflik karena sudut pandang yg berbeda, terkadang malah sangat menyakitkan. Oleh karena itu, cobalah untuk saling memaafkan & melupakan masalah lalu. Yg terpenting dr pelajaran diatas, adalah : Belajarlah untuk selalu BISA MENULIS DI ATAS PASIR .... Semoga anda mengerti betapa berharganya sebuah "KELUAR begitulah seharusnya dalam hubungan suami dan istri...! Memberi maaf lebih utama daripada mengungkit ungkit kesalahan terus menerus. Meski suami bersalah, kalau dia sudah minta maaf...maafkanlah wahai para istri, dan kalau sudah bilang memaafkan, mk jangan diungkit lagi, karena suami pasti tidak suka. Sebaliknya betapapun perkasanya seorang suami, betapapun hebat nya dia di masyarakat, tetap butuh dukungan, perhatian, kasih sayang dan penghargaan istri. Hargai sekecil apapun yg diberikan suami unt kita. Penghargaan yg tulus tanpa kepura puraan. Insyaalloh. Suami akan lebih sayang kepada kita. Meskipun godaan diluar bagaimanapun hebatnya. Tetap akan mencari yang di rumah, tempat suami mendapatkan ketentraman hati. BISAKAH KITA SALING MENENTRAMKAN?
Selanjutnya »

Wanita-wanita yang makruh dinikahi

Wanita-wanita yang makruh dinikahi
Pernikahan sebagaimana disebutkan dalam al Quran ditujukan untuk mengupayakan kedamaian dan ketenangan batin, karenanya memilih pasangan haruslah yang bisa membantu menuju tujuan. Dlou' al Misbah Karya KH. Hasyim Asy'ari halaman 6 menyatakan : Sebagian orang arab menyatakan: "janganlah engkau menikahi wanita yang memiliki salah satu dari 6 sifat!" Annaanah : Yaitu wanita yang sering mengeluh dan mengerang. mayoritas waktunya digunakan untuk memukuli kepalanya atau tubuhnya. karenanya kurang baik pula menikahi wanita yang mudah sakit atau suka berpura2 sakit. Mannaanah : Yaitu wanita yang suka mengungkit-ungkit jasanya pada suami dan menganggap suaminya tidak memberi apa-apa. Hannaanah : Yaitu wanita yang lebih senang dengan anaknya atau masih punya cinta dengan suami yang terdahulu. Haddaaqah : Yaitu wanita selalu menginginkan dan meminta suaminya untuk membeli setiap hal yang dilihatnya. "tidak bisa melihat sesuatu yang bagus" Barraaqah : wanita pesolek, sepanjang hari hidupnya digunakan untuk berhias dan mempercantik diri kalau perlu operasi plastik. Saddaaqah: wanita yang terlalu banyak bicara.
Selanjutnya »

Sisi Lain Penyebab Perceraian

Sisi Lain Penyebab Perceraian
Rasulullah dalam sebuah hadistnya menyatakan: man nakaha liLlah wa ankaha liLlah fa haqqun alaihi wilayatuLLah barangsiapa yang menikah 'diniatkan hanya' karena Allah dan yang menikahkan "berniat hanya" karena Allah maka dia b erhak mendapat wilayah Allah pertolongan Allah/ tunkahu al mar'ah li arbain, limaliha, lijamaliha, lihasabiha, wa lidiniha. fahtar bidzati addin taribat yadak wanita dinikahi karena empat perkara, hartanya, kecantikannya, keturunannya dan agamanya, maka pilihlah yang memiliki agama kalau tidak, tanganmu akan penuh debu/kerepotan. Hadits diatas, dan sebenarnya masih ada beberapa hadits lain yang mengisyarakatkan bahwa orientasi demi Allah haruslah dikedepankan dalam pernikahan. Kota Malang, dari kisaran 6500 pasangan pertahun yang menikah, Pengadilan Agama mencatat ada kisaran 1000 orang yang bercerai. Sungguh merupakan jumlah yang fantastis, yang sangat tidak sinkron dengan perintah al Quran untuk menjadikan pernikahan menjadi mitsaq yang ghalid.
Bila kita telisik dari sisi yang terkadang kita abaikan, ada sisi lain dari penyebab perceraian diantaranya adalah : orientasi menikah yang lebih menekankan pada unsur jasadiyah duniawiyah Pondasi menikah diawali dengan maksiat, seperti pacaran, bonceng-boncengan sebelum menikah, bahkan tidak jarang ada yang sudah melakukan persetubuhan sebelumnya dengan alasan sudah tunangan wali nikah yang keliru, juga wali nikah yang terlalu berorientasi pada harta dan nilai jasady saat akad nikah, dua pasangan yang belum resmi menikah sudah disandingkan, padahal menikah adalah ibadah karena nikah adalah sesuatu yang disunnahkan, bagaimana mungkin ibadah disertai kemaksiatan dengan menyandingkan orang yang belum halal? calon pengantin putri menggunakan pakaian yang terbuka, bahkan tidak jarang pakaian yang dikenakan malah menonjolkan payudaranya dan disaksikan oleh orang-orang yang tidak halal, bahkan tidak jarang, dengan pakaian calon pengantin yang terbuka, wali nikah mewakilkan pada penghulu atau pembantu penghulu yang tidak jarang mereka masih muda. kemudian saat menikahkan konsentrasi penghulu malah dikacaukan pada perhatiannya pada bagian payudara yang terbuka... kalau begini bisakah diartikan menikahkannya hanya karena Alllah? sekali lagi ibadah dicampur adukkan dengan kemaksiatan Memposisikan penghulu bukan sebagai Pegawai Pencatat Nikah tetapi sebagai juru nikah, saat penghulu diposisikan sebagai juru nikah, wakil wali nikah, maka keikhlasan dan orientasi liLlah penghulu benar-benar dipertaruhkan sebagai jaminan kelanggengan sebuah pernikahan. saat ada oknum sekali lagi oknum yang bahkan menggunakan media kehadirannya untuk mendapat "sangu" tentu tidak mudah baginya untuk ikhlas dan Lillah, bagaimana sebuah pernikahan bisa "dibantu" Allah bila yang menikahkan berorientasi duniawi? sebuah hal yang mustahil secara akal meski Allah Maha Menentukan tanpa harus sesuai dengan rasio manusia wali nikah dan saksinya tidak pernah ibadah, bertato, bertindik, bagaimana sang wali bisa menikahkan dengan ikhlas dan liLLah bila dengan Tuhannya saja dia tidak kenal? pengantin lelaki menggunakan asesoris yang diharamkan seperti pakaian sutera atau cincin emas yang diharamkan bagi lelaki saat akad nikah maupun walimah berlangsung, shahibul bait membiarkan percampuran laki-laki dan perempuan dalam satu majelis bahkan seringkali didalam masjid, wal iyad biLlah. al hasil setiap kemaksiatan yang dilakukan sebelum, dalam, sesudah pernikahan, tentulah secara logika agama kita akan mempengaruhi mutu pernikahan itu dihadapan Allah. karena Akad Nikah adalah pondasi bagi bangunan keluarga selanjutnya. bila bangunan itu diberi pondasi baik, tentulah memiliki kemungkinan bangunan keluarganya menjadi kokoh yang lebih besar daripada pondasi yang tidak baik dan penuh kemaksiatan. akhiran... menghadiri walimah nikah itu secara fiqh hukumnya wajib dihadiri, tetapi kewajiban itu menjadi hilang saat shahibul hajat mencampurinya dengan kemaksiatan yang nyata. WaLlahu a'lam bi Showab... Allah lebih tahu mana yang benar dan haq.
Selanjutnya »

Nasehat Asma' Binti Kharijah al Fazariyah kepada Putrinya Yang akan Menikah

Nasehat Asma' Binti Kharijah al Fazariyah kepada Putrinya Yang akan Menikah
Sungguh engkau keluar dari sarang yang telah mendewasakanmu, lalu pindah ke sebuah tempat tidur yang belum pernah kau nikmati, dan kepada seorang teman hidup yang belum kau kenal, maka jadilah engkau buminya niscaya dia akan menjadi langitmu, jadilah engkau lantainya dia akan menjadi tiangmu, dan jadilah kau hambanya dia akan menjadi budakmu, janganlah kau terlalu dekat dengan suamimu nanti dia bisa bosan terhadapmu dan jangan pula menjauhinya sehingga ia melupakan kamu, Kalau dia mendekatimu, maka dekatlah kau kepadanya, dan kalau dia menjauh maka jauhilah dia, peliharalah selalu hidung, telinga dan mata suamimu jangan sekali-kali ia membaui darimu selain keharuman jangan ada yang didengar selain perkataan yang baik jangan sampai melihat selain yang indah selalu..
Selanjutnya »

Adab Nabi Menutupi/Menasehati atas Kealpaan Isteri

Adab Nabi Menutupi/Menasehati atas Kealpaan Isteri
Suatu hari, seorang badui bertanya kepada Sayidah Aisyah RA tentang Akhlak Nabi Muhammad SAW. Sayidah Aisyah kemudian menjawab: "akhlak nabi adalah al Quran" Badui itupun bertanya lagi : "al Quran yang mana?" Sayidah Aisyah menjawab : "pernahkan engkau membaca surat al Mukminun ayat 1-10? itulah gambaran akhlak nabi" Tentulah Sayidah Aisyah paham betul akhlak nabi, karena disamping beliau cukup muda dan daya ingatnya sangat kuat. Setelah Sayidah Khadijah, Sayidah Aisyah adalah isteri kesayangan Nabi Muhammad, saat meninggal duniapun Nabi ada dikediaman Sayidah Aisyah. Suatu hari Rasulullah SAW pulang dari perjalanan Jihad fii Sabilillah.Beliau pulang diiringi para sahabat. Di depan pintu gerbang kota Madinah nampak Aisyah Radhiyallahu 'anha sudah menunggu dengan penuh kangen. Rasa rindu kepada Rasulullah SAW sudah sangat terasa.
Akhirnya Rasulullah SAW tiba juga di tengah kota Madinah. Aisyah Radhiyallahu 'anha dengan sukacita menyambut kedatangan suami tercinta. Tiba Rasulullah SAW di rumah dan beristirahat melepas lelah. Aisyah di belakang rumah sibuk membuat minuman untuk sang suami. Lalu minuman itupun disuguhkan kepada Rasulullah SAW. Beliau meminumnya perlahan hingga hampir menghabiskan minuman tersebut, tiba tiba Aisyah berkata, “Yaa Rasulullah biasanya engkau memberikan sebagian minuman kepadaku tapi kenapa pada hari ini tidak kau berikan gelas itu?” Rasulullah SAW diam dan hendak melanjutkan meminum habis air digelas itu. Dan Aisyah bertanya lagi, "Yaa Rasulullah biasanya engkau memberikan sebagian minuman kepadaku tapi kenapa pada hari ini tidak kau berikan gelas itu?” Akhirnya Rasulullah SAW memberikan sebagian air yang tersisa di gelas itu 8-|. Aisyah Radhiyallahu 'anha meminum air itu dan ia langsung kaget dan memuntahkan air itu . Ternyata air itu terasa asin bukan manis. Aisyah baru tersadar bahwa minuman yang ia buat dicampur dengan garam bukan gula. Kemudian Aisyah rha langsung meminta maaf kepada Rasulullah. Itulah sebagian dari banyaknya kemuliaan akhlak Rasulullah SAW. Dia memaklumi kesalahan yang dilakukan oleh istrinya, tidak memarahinya atau menasihatinya dengan kasar. Bagaimana dengan pasangan kita?
Selanjutnya »

Istri Sholihah Menghantarkan Orangtuanya Masuk Surga

Istri Sholihah Menghantarkan Orangtuanya Masuk Surga
Setiap perbuatan baik selalu melahirkan ganjaran atau pahala kebajikan, demikian pula dengan Istri yang sholihah selain memberi ketenangan kepada suaminya juga memberi manfaat lain bagi orangtuanya sebagai ganjaran pahala kebaikan karena telah berhasil mendidik anaknya sampai ke jenjang pernikahan dengan selamat.. Di dalam Kitab Ihya ‘ulumuddin Imam Al Ghozali dikisahkan bahwa ada seorang lelaki (suami)hendak bepergian. Sebelum berangkat ia meminta istrinya agar tidak turun dari tempatnya yang berada di bagian bangunan tingkat atas. Sementara Orang tuanya berada di tingkat bawah. Selang beberapa hari kemudian Orang tuanya sakit. Perempuan itu mengutus seorang pembantunya menghadap Rasulullah S.A.W untuk minta izin turun sebentar untuk membesuk orang tuanya. Rasulullah S.A.W bersabda :”Taatilah suamimu. Jangan kau turun. .”
”Tidak begitu lama, orang tuanya itu meninggal dunia. Ia kemudian mengirim utusan menghadap Rasulullah S.A.W untuk memohonkan izin, agar dirinya dapat menyaksikan jenazah orang tuanya. Sekali lagi Rasulullah S.A.W bersabda :”Taatilah suamimu”. Maka orangtuanyapun dikuburkan. Tidak begitu lama Rasulullah S.A.W mengutus seseorang untuk memberi tahu pada perempuan itu bahwa, “Allah telah mengampuni dosa dosa orang tuanya disebabkan ketaatan perempuan itu pada suaminya.” Subhannallaah… Betapa adilnya Allah SWT menempatkan istri sholihah di atas segalanya, hubungan vertikal ke atas (dengan Robbnya) dan horisontal yang seimbang, memberikan dampak positif baik di dunia maupun kepada urusan akhiratnya.. Cerita di atas tadi berkaitan dengan Riwayat Hadits dari ‘usman bin ‘affan Ra berkata, aku mendengar Rasulullah bersabda : “MAA KHARAJAT IMRA-ATUMMINBAITI ZAUJIHAA BI GHAIRI IDZNIHI ILLAA LA’ANAHAA KULLU SYAI-IN THALA’AT ‘ALAIHISYSYAMSU HATTAL HIITAANI FIL BAHRI. ” Yang artinya “Tidaklah seorang isteri keluar dari rumah suaminya tanpa mendapat restunya, kecuali dilaknati oleh segala sesuatu yang tersiram matahari, hingga termasuk ikan ikan yang ada di laut”. (al hadits) Rasullullah S.A.W bersabda :”Ada tiga macam orang yang mana Allah tidak berkenan menerima sholatnya, kebajikannya tidak dibawa naik kelangit.Yaitu : 1) Budak yang lari dari tuannya hingga kembali, 2) Isteri yang di marahi suaminya hingga mendapat ridhonya ; 3) Pemabuk hingga sadar (dari mabuknya).(H.R. Ibnu huzaimah, ibnu hibban dan al baihaqqi dari jabir) Cerita di atas berkaitan pula dengan suami yang nantinya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah mengenai istri dan keluarganya, berdasarkan hadits, Rasulullah bersabda: ”Permulaan yang di perhitungkan dari seseorang lelaki (suami) adalah mengenai shalatnya, kemudian tentang istrinya dan perkara- perkara yang di kuasainya. Jika pergaulannya bersama mereka baik dan lelaki itu berlaku baik kepada semuanya, maka Allah berbuat bagus kepadanya. Sebaliknya bagi perempuan/istri, Dan permulaan perkara yang di perhitungkan (yakni dihisab) bagi perempuan adalah tentang shalatnya kemudian tentang hak-hak suaminya. (al hadits). Wallahu ‘alam bisshowab.
(Sumber Kitab : Uquudu Lujain Fii Bayaani Huquuzzaujaini)
Selanjutnya »

Kembali Ke Fitrah Keluarga

Kembali Ke Fitrah Keluarga
Dalam mempersiapkan generasi mendatang sebagai dzurriyatan thayyibah yang kelak bisa menjadi khaira ummah ukhrijat linnas, segenap lapisan masyarakat (orang tua-pendidik-agamawan) kini tengah menghadapi masalah yang komplek, mulai dari masalah institusi, management, SDM kependidikan, kurikulum, sarana dan prasarana, teknologi kependidikan, pendanaan, kepercayaan dan partisipasi masyarakat, kualitas out putnya, serta relevansinya dengan dinamika mesyarakat dan tuntutan sosiokultural sekitarnya. Pendidikan Islam, baik dalam kontek nasional Indonesia maupun sebagai bagian dari dunia, kini tengah menghadapi tantangan yang berat. Dinamika pendidikan sebagai salah satu wujud pelayanan publik yang dinamis dituntut harus mampu mengemas diri dengan prinsip-prinsip pelayanan yang bersifat: 1. Dinamis, 2. Relevan, 3. proporsional, dan 4. Konprehensip. Yang dimaksud pendidikan Islam di sini tidak terbatas pada label Islam atau lembaga keislaman, seperti pondok pesantren atau madrasah, juga tidak terbatas pada pembelajaran ilmu-ilmu agama Islam seperti Tauhid, Fiqih, Tafsir, Tasawuf dan lain-lain. Pendidikan Islam mencakup semua aktifitas, mulai konsep, visi, misi, institusi, kurikulum, metodologi, SDM kependidikan, dan sebagainya. Yang disemangati dan bersumber pada ajaran dan nilai-nilai Islam yang menyatu dalam proses semua aktifitas tersebut.
Dalam menyikapi masalah pendidikan yang komplek tersebut kita harus mampu mengemas reformulasinya sekaligus menawarkan visi dan pendekatan yang tetap memelihara karakter yang sesuai dengan fitrah anak didik yang ditetapkan oleh Allah melalui rasul-Nya, baik berupa “fitrah mukhallaqah” (sifat-sifat orisinil kejadian manusia dengan segala naluri, kecenderungan, bakat dan potensinya) maupun “fitrah munazzalah” (agama sebagai pedoman hidup manusia untuk mencapai kesejahteraan yang bermartabat di dunia dan akhirat). Pada hakekatnya tujuan makro pendidikan Islam adalah: 1. Untuk menyelamatkan fitrah manusia dengan segala komitmen ketauhidan dan loyalitasnya kepada Allah SWT. 2. Untk mengembangkan potensi-potensi fitrah manusia (aqliyah-qalbiyah-jasmaniyah) sehingga mampu dan kompeten melakukan tugas-tugas kekhalifahan di bumi dengan segala dimensinya. 3. Untuk menyelaraskan langkah perjalanan fitrah mukhallaqah manusia dengan fitrah munazzalah. Dalam pandangan Islam, manusia itu ditetapkan sebagai “makhluk unggulan” yang dibekali dengan berbagai macam potensi yang luar biasa, tetapi manusia juga mempunyai kelemahan yang fatal, yakni mudah kena pengaruh, gampang menerima intervensi, rawan kena virus mental â€" yang antara lain karena faktor hawa nafsunya yang sering dominan, yang dalam istilah al Qur’annya “ittakhadza ilaahahu hawaahu” yakni “mempertuhankan hawa nafsunya”. Peran keluarga dalam menyelamatkan fitrah manusia Keluarga, dalam perspektif sosiologis, psikologis, paedagogis maupun agama memiliki peranan strategis dan sangat penting dalam pendidikan anak, sebab di dalam keluarga terjadi akumulasi interaksi fitrah anak-anak itu dengan lingkungan orang-orang terdekatnya (orang tuanya, saudara-saudaranya, dan anggota keluarga lain). Di sana terjadi proses pembelajaran, pembiasaan, dan pembudayaan setiap waktu. Di sana juga terjadi peneladanan dan peniruan, juga terjadi internalisasi nilai-nilai dan penanaman keyakinan. Oleh karena begitu pentingnya peranan keluarga sebagai pranata kependidikan, sampai-sampai Nabi Muhammad saw menyatakan, bahwa agama seorang anak (menjadi Yahudi, Nasrani, Majusi maupun Islam) tidak terlepas dari pengaruh dan tanggung jawab kedua orang tuanya. Tetapi dalam realitas kehidupan sekarang ini, peranan keluarga sebagai pranata kependidikan menjadi lemah dan bahkan mengalami disfungsi karena beberapa sebab dan alasan. Alasan yang paling banyak dikemukakan adalah “tidak mempunyai waktu” untuk mendidik anak-anaknya. Bagi masyarakat lapisan bawah, tidak punya waktu untuk mendidik anaknya karena waktunya habis untuk memenuhi kebutuhan hidup, pagi berangkat kerja, pulang larut malam agar dapat mempertahankan hidup. Untuk lapisan menengah, waktunya habis untuk memenuhi kesenangan hidup, ingin punya kendaraan bagus, ingin rumah mewah, ingin perabot rumah yang cukup, rajin arisan, aktif melakukan fitnes dan lain-lain, mereka ingin agar dirinya tampak tidak ketinggalan dari orang lain. Sedangkan bagi lapisan atas, waktunya habis untuk mengejar karier dalam jabatan publik atau bisnis, waktunya habis untuk mengejar kekuasaan politik atau organisasi, termasuk juga bagi muballigh dan da’i yang waktunya habis untuk kegiatan ceramah. Tetapi, akibat yang ditimbulkan oleh semua lapisan tersebut tetap sama, yakni tidak sempat lagi melakukan fungsi pendidikan terhadap anak-anaknya, dan lebih gampang mempercayakan pendidikan anaknya kepada pihak lain, baik individu maupun institusi, dengan risiko “ketidakjelasan lingkungan pendidikan di situ menjamin upaya penyelamatan fitrah serta pengembangan potensi-potensinya atau tidak”. Di negara-negara maju, sekarang ini muncul kecenderungan dalam masyarakat untuk menjadikan kembali keluarga sebagai basis pendidikan anak di bawah semboyan “back to family”, peran keluarga dihidupkan kembali dalam pembentukan watak dan kepribadian anak, serta penanaman dan pengembangan nilai-nilai moral anak. Dengan melemahnya peran keluarga sebagai pranata kependidikan, maka masyarakat kemudian menoleh ke lambaga-lembaga di luar keluarga, apakah namanya pesantren, madrasah, sekolah dan lain-lain. Visi, misi, dan program kependidikan dari lembaga-lembaga tersebut sering kali mengalami keterbelahan orientasi. Di satu pihak terlalu berfokus kepada “penyelamatan fitrah”, dengan konsentrasi pada pendidikan nilai-nilai serta pembudayaan sikap dan perilaku yang etis dan religius, yang mencitrakan ketaatan beribadah, keikhlasan, kejujuran, kesederhanaan hidup, namun kurang konsern terhadap pengembangan potensi-potensi fitrah manusia yang lain, seperti sikap kritis, kreatif, disiplin waktu, semangat berprestasi, peduli lingkungan, kualitas sklill. Di lain pihak, visi, misi dan programnya ada yang berfokus pada “peningkatan kualitas fikir”, penguasaan keterampilan, pengembangan sikap-sikat rasional, kritis dan analitis, serta keberanian melakukan percobaan-percobaan, namun kurang peduli terhadap penyelamatan fitrah anak didik. Di luar itu juga ada lembaga pendidikan yang hanya mengejar “formalitas angka” semata, tanpa melihat penguasaan substansi dan sikap serta perilaku anak didik. Pendidikan yang mempunyai citra religius, etis dan humanis itu sebenarnya dikenal dalam semua kebudayaan dan masyarakat, baik di Barat maupun di Timur. Namun pendidikan yang mempunyai orientasi terhadap penyelamatan fitrah ini secara berangsur-angsur tergerus oleh arus pendidikan sekuler yang muncul di Eropa, yang mengusung dimensi rasional yang mudah menarik perhatian karena hasil-hasilnya mudah dilihat, dirasakan dan dievaluasi. Serta pendidikan tersebut, disamping telah melahirkan kemajuan ilmu pengetahuan, juga mendongkrak tingkat kemakmuran dan kesejahteraan materi umat manusia. Tetapi pendidikan skuler tidak banyak menjawab fenomena kemerosotan moral, perilaku sosial yang dekaden, runtuhnya kesadaran humanis, dan munculnya budaya kekerasan serta berbagai macam sikap agresip. Di sisi lain “pendidikan agama” terasa gersang dan kehilangan kesegarannya karena pendidikan agama banyak diberikan sebatas sebagai “pelajaran tentang agama” atau “pengetahuan tentang ilmu-ilmu agama” dan kehilangan ruhnya yang mampu membangkitkan kelumpuhan ruhani dan pencerahan kepudaran hati nurani. Banyak sekolah, termasuk guru agamanya yang lebih melihat pelajaran agama sebagai ilmu, bukan sebagai standar nilai-nilai yang harus diaplikasikan secara kontektual dan aktual bagi kehidupan anak didik. Pelajaran agama lebih menekankan aspek kognitif. Di samping itu pendidikan agama dan juga pembelajaran ilmu-ilmu agama disampaikan dengan pendangkalan karena keterbatasan guru dalam penguasaan materi, serta tidakadanya keteladanan sikap dan perilaku guru atau prinsip “uswah hasanah” terhadap anak didik. Padahal proses internalisasi nilai melalui peneladanan lebih efektif dari pada melalui ucapan dan kata-kata. Adanya sosok guru termasuk pimpinan sekolah yang dapat menjadi figur panutan akan lebih besar pengaruhnya dari pada berkali-kali menyelenggarakan ceramah dan seminar tanpa adanya figur yang patut diteladani. Dan perlu diingat, keberhasilan Nabi Muhammad saw. dalam mendidik keluarga dan sahabat-sahabatnya adalah karena adanya keseimbangan antara “mau’idzah hasanah” dengan “uswatun hasanah”. Menyadari kondisi pendidikan Islam yang demikian, maka diperlukan gagasan kreatif dan segar, serta upaya-upaya dinamik untuk menyelenggarakan model pendidikan Islam yang eksellent, yang bermartabat, yang menjadi kebanggaan umat, serta mampu memberi jawaban terhadap tuntutan global. Pendidikan yang demikian memang memerlukan persyaratan yang tidak enteng, seperti: 1. SDM kependidikan dengan standard yang terseleksi yang memenuhi syarat kompetensi personal, kompetensi profesional, kompetensi moral dan sosial, yang mampu berperan sebagai pengajar, pendidik sekaligus sebagai panutan di tengah-tengah anak didiknya. 2. Lingkungan pendidikan yang kondusif yang memberikan suasana damai, bersih, tertib, aman, indah, dan penuh kekeluargaan. Lingkungan yang memberikan kebebasan anak didik untuk berekspresi, mengembangkan bakat dan minatnya, berinteraksi sosial yang sehat dan saling menghormati dalam suasana religius, etis, dan humanis. Model pendidikan yang demikian, sepintas memang kelihatan elitis dan mahal, namun perlu dikembangkan, agar pendidikan Islam dapat menyesuaikan diri dengan dinamika dan kebutuhan masyarakat yang tujuan dan harapannya adalah terwujudnya pendidikan Islam yang dapat berperan sebagai penyelamatan fitrah dan sekaligus sebagai pengembangan potensi-potensinya sehingga out putnya memiliki kualitas sebagai orang-orang yang mempunyai hati yang sehat (qalbun salim), di samping memiliki keunggulan fisik dan keluasan ilmu pengetahuan (basthotan fil ‘ilmi wal jism), sebagaimana yang diisyaratkan oleh Allah SWT dalam Kitab Suci-Nya. Mudah-mudahan gagasan ini mampu menjadi pencerahan bagi kita semua, sehingga keluarga kita dapat menjadi pusat pendidikan anak-anak kita dan lembaga-lembaga pendidikan kita menjadi lingkungan pendidikan yang kondusif terhadap penyelamatan fitrah serta pengembangan fikir dan dzikir peserta didiknya. Amin.
Selanjutnya »

Remaja, cinta dan pernikahan

Remaja, cinta dan pernikahan
oleh Ust. Mudaimullah Azza I. REMAJA DAN MASA DEPAN Banyak pakar telah membuat batas masa remaja antara usia 12 s.d 18 tahun, 12 s.d 21 tahun, dan ada yang membatasi antara usia 12 s.d 23 tahun. Dari batas-batas yang dibuat para pakar ini bisa dimengerti bahwa, permulaan masa remaja relatif sama, yaitu usia 12 tahun, sedangkan finisnya variatif. Karena itu, selanjutnya dikenal istilah remaja yang diperpanjang untuk yang terakhir, dan remaja yang diperpendek untuk yang pertama. Sudah familier bahwa masa remaja adalah masa badai dan tekanan (storm and stress). Masa krisis identitas dan pencarian jati diri. Masa remaja adalah masa galau, abu-abu, tidak jelas, labil, emosional, ekspresif, dan eksperimental. Masa remaja adalah masa “antara”. Yakni antara usia anak-anak dan usia dewasa. Keberadaannya yang di antara ini, tak jarang menempatkan remaja pada posisi yang sulit diterima baik di dunia anak-anak sekaligus di dunia dewasa. Remaja adalah dunia tersendiri yang terpisah dari pengakuan lingkungan. Remaja akan dipersalahkan ketika bersikap kanak-kanak, namun juga tidak akan diakui dalam kiprah sosial.
Dalam masa-masa yang krisis identitas ini, remaja akan terombang-ambing oleh banyak gelombang romantika. Namun demikian, di tengah terjangan gelombang ini remaja sebenarnya sedang melewati sebuah proses besar pencarian identitasnya. Sebuah identitas diri yang akan menjadi karakter dan kepribadian masa depan. Identitas masa depan sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh kegalauan-kegalauan pada masa remaja. Apabila salah dalam melewati masa remaja, masa depan akan menjadi taruhannya. Ada beberapa karakteristik remaja yang khas dan umum mewarnai romantika remaja. Antara lain adalah: a. Masa remaja adalah masa transisi Periode ini menuntut seseorang meninggalkan sifat dan perilaku kekanak-kanakannya, dan harus mulai mempelajari pola perilaku dan sikap yang sama sekali baru untuk menggantikan pola-pola sebelumnya. Selama proses transisi ini, seringkali remaja merasa galau dan tidak jelas mengenai peran yang dituntut oleh lingkungan. b. Masa remaja adalah periode perubahan Pada usia remaja, banyak perubahan yang dialami seseorang, meliputi perubahan fisik, kematangan seksual, peningkatan emosi, perubahan minat, perubahan peran, dan perubahan nilai. Di periode ini, ada naluri dan kecenderungan besar untuk mengetahui segala yang baru. Perubahan-perubahan baru ini, mendorong remaja memiliki rasa penasaran yang tinggi, bahkan relatif menjadikan remaja keranjingan dengan hal-hal yang tidak dikenal di masa anak-anak sebelumnya. Kecenderungan demikian merupakan tuntutan dari perubahan-perubahan fisik maupun psikis remaja yang masih mengalami kekosongan identitas tersebut. c. Masa remaja adalah masa pencarian identitas diri Di usia remaja yang krisis identitas, ada kecenderungan berkelompok atau membangun komunitas dengan teman sebaya. Melalui komunitas ini, remaja mulai mencari identitas diri dan berusaha mengaktualisasikannya. Gaya hidup, penampilan, pakaian, bicara, perilaku, dan karakter anggota kelompok, akan menjadi referensi penting bagi pembentukan dan perkembangan identitasnya. Di periode ini, naluri eksperimental terhadap segala hal yang sebelumnya tidak mereka ketahui, menemukan momentumnya. Krisis identitas, menjadikan remaja memiliki dorongan naluri meniru dan mencoba apa saja secara radikal, dan nyaris tanpa filter dan pertimbangan memadai. d. Masa remaja adalah masa kenakalan Pada tahap remaja akhir, remaja akan cenderung berpikir melakukan perilaku orang dewasa. Remaja mulai memperhatikan perilaku atau simbol-simbol yang berhubungan dengan status orang dewasa, seperti merokok, berjudi, mengkonsumsi ekstasi, miras, berhubungan seks, dll. Naluri eksperimental dan dorongan meniru yang kuat, menjadikan remaja relatif liar dan krisis pertimbangan dalam mengekspresikan perilakunya. Perilaku remaja cenderung radikal dan menabrak norma sosial maupun agama. Disamping itu, emosi remaja yang masih sangat labil, dorongan kuat meniru perilaku orang dewasa menjadikan setiap perilaku remaja cenderung suka menentang, urakan, dan emosional. Dan karenanya, perilaku-perilaku tidak produktif, seperti kelayapan, begadang, tawuran, frustasi, ngedrug, pacaran, dan tindak kriminal lainnya, menjadi pemandangan khas dunia remaja. Apabila tidak ada kontrol eksternal hingga terjadi pengabaian sosial, gejala perilaku remaja demikian akan menjadi fenomena kenakalan remaja (juvenile delinquency). Yaitu perilaku yang menyimpang dari nilai-nilai normatif sosial-agama. Beberapa potret karakteristik masa remaja di atas, merupakan kecenderungan umum romantika remaja, khususnya remaja di era global ini. Orang tua harus menyadari kecenderungan negatif ini, agar bisa memberi kontrol dan mengendalikan kecenderungan remaja ke arah yang produktif. Remaja harus diberi bimbingan dan ditanamkan nilai-nilia yang baik agar mampu memfilter perilakunya sehingga bisa menjadi remaja yang cerdas melewati proses pencarian jati diri mereka tanpa mengalami keterpurukan dalam kenakalan remaja yang bisa menghancurkan masa depan. Di sini sangat diperlukan adanya perhatian, kepedulian, dan komunikasi yang baik antara orang tua dan remajanya. Masa depan yang baik, mapan, dan terhormat, sangatlah mahal dalam kehidupan setiap orang. Kebaikan dari masa depan kita, ditentukan oleh seberapa baiknya kita hari ini. Kebaikan masa depan tidak bisa dibeli dengan kekayaan materi. Masa remaja yang baik, adalah harga untuk masa depan yang baik. Jika memimpikan masa depan yang cemerlang, maka tidak ada pilihan selain bersedia ikhlas mencemerlangkan pribadi sejak usia remaja. Jangan pernah bermimpi memiliki masa depan cerah, apabila tidak ada kemauan sejak dini menjadi remaja yang cerah. Masa depan bukanlah misteri di 10 atau 20 tahun yang akan datang. Masa depan adalah realitas di depan mata kita hari ini. Bagaimana kita hari ini? Seperti apa kita hari ini? Sedang apa kita hari ini? Itulah potret masa depan kita. Hari ini Anda menjadi remaja yang tenggelam dalam kenakalan dan aktivitas-aktivitas murahan yang tidak produktif, maka sambutlah masa depan suram yang penuh kegagalan. Hari ini Anda sanggup tampil menjadi remaja cemerlang yang dengan cerdas tidak membiarkan sedetikpun waktu terbuang dengan gratis untuk aktivitas-aktivitas murahan, maka katakanlah: SELAMAT DATANG MASA DEPAN YANG CEMERLANG. شُبَÙ'انُ الÙ'ÙŠÙŽÙˆÙ'مِ رِجَالُ الÙ'غَدِÙ' “Remaja hari ini adalah aktor masa depan” Karena itu, sangat penting untuk mengetahui kriteria remaja cerdas yang memiliki potensi besar dan keberanian menantang masa depannya dengan rasa penuh percaya diri. Selain remaja cerdas harus sejak dini mulai berpikir jauh ke depan, visioner, revolusioner, memiliki cita-cita tinggi, ikhlas belajar dengan tekun dan keras, remaja cerdas juga harus ikhlas memiliki semboyan tegas dalam dirinya berikut ini: Anti tawuran; Anti ekstasi dan minuman keras; Anti pornografi; dan Anti pacaran. Tawuran adalah aktivitas bodoh dan merugikan yang membuang energi dan emosi dengan sia-sia. Tidak ada imbalan positif yang dapat diperoleh dari tawuran selain kebanggaan palsu saat bisa mengalahkan lawan. Dan hanya orang bodoh yang merasa bangga saat berhasil melampiaskan emosi dengan merusak orang lain. Menjadi budak ekstasi, minuman keras, atau pornografi, adalah bentuk kekalahan paling nyata dan kegagalan sejak dini untuk tampil menjadi generasi yang siap menyambut masa depan dengan percaya diri. Budak ekstasi, miras, atau pornografi, hanyalah manusia-manusia dengan mental kerdil, lemah, dan frustasi yang tidak memiliki harapan mulia di masa depan. Pacaran di usia remaja, adalah aktivitas kontra produktif bagi kecemerlangan prestasi dan masa depan. Seseorang ketika telah terjangkiti perasaan cinta dalam hatinya, maka selain cinta akan menjadi nomor dua, termasuk cita-cita masa depan. Cinta ketika hadir, maka akan menjadi segalanya. Menjadi yang pertama kali terpikirkan setelah bangun tidur, dan menjadi yang terakhir kali dipikirkan sebelum tidur. Satu langkah maju dalam cinta, akan berisiko mundur seribu langkah dalam cita-cita. Meraih cita-cita besar akan sulit berhasil apabila hanya dengan setengah hati, sebab separuh hati â€"atau bahkan lebihâ€" telah dicurahkan untuk cinta. Cita-cita tak pernah sudi diduakan. Dalam kalam hikmah disebutkan: الÙ'عِلÙ'مُ لَا يُعÙ'طِيÙ'ÙƒÙŽ بَعÙ'ضَهُ حَتَÙ'Ù‰ تُعÙ'طِيَهُ كُلَÙ'ÙƒÙŽ Ilmu (kesuksesan) tidak sudi memberikan sebagian dirinya kepadamu hingga kamu bersedia mempersebahkan dirimu sepenuhnya hanya untuk ilmu. Usia remaja adalah harga bagi masa depan. Menghabiskan masa remaja hanya untuk sibuk bermain perasaan dengan lawan jenis yang tidak ada 50 persen akan menjadi pasangan hidupnya, adalah tindakan konyol. Remaja cerdas harus berpikir, terlalu berharga usia remaja jika hanya untuk dipersembahkan secara gratis kepada kekasih yang 50 persen kemungkinan akan dimiliki orang lain. Pacaran di usia remaja adalah pacaran yang salah waktu. Sebab yang dibutuhkan di usia remaja bukanlah menghabiskan energi, pikiran, dan waktu untuk lawan jenis, tapi untuk masa depan. Jadi prinsip hidup bagi remaja cerdas adalah, tinggalkan cinta demi cita-cita, kejar cita-cita demi cinta, dan biarkan semua indah pada waktunya. II. CINTA DAN NAFSU Cinta, â€"kononâ€" adalah sepatah kata yang tak pernah benar-benar bisa dimengerti definisinya. Tak sedikit para pecinta atau para penyair cinta yang merasa kebingungan bahkan gagal memberikan penjelasan definitif satu kata yang bisa dirasakan semua jenis manusia itu. Sekian banyak syair, puisi, sajak, pantun, dan ungkapan cinta yang telah digubah menjadi larik-larik eksotik, namun keberadaannya hanya lebih sebagai ekspresi emosional dan pengalaman batin para pecinta ketimbang sebagai penjelasan rasional tentang hakikat cinta itu sendiri. Fakta ini agaknya dikarenakan cinta merupakan wilayah rasa, emosi, dan psikis. Cinta adalah sensasi psikologis, yang akan lebih memungkinkan dimengerti tidak dengan memberikan penjelasan rasional ilmiyah, melainkan dengan rasa dan sensitifitas intuitif (dzauq). Lantaran tak pernah ada definisi cinta yang benar-benar dimengerti, lumrah apabila selanjutnya kata ini mengalami pembiasan makna yang luar biasa. Bahkan tidak jarang kita saksikan pemerkosaan kata cinta pada hal-hal yang sebenarnya bukan cinta. Apabila cinta adalah perasaan yang bersumber dari ketulusan kasih sayang, maka cinta tidak akan pernah memberikan apapun selain kebaikan. Perasaan ingin menyayangi, mengasihi, melindungi, menjaga, memuliakan, melayani, berkorban, dan memberikan yang terbaik untuk orang yang dicintai, itulah manivestasi konkrit dari cinta. Apabila ini bisa diterima, maka menjadi jelas bahwa cinta berbeda dengan ketertarikan seksual, syahwat, nafsu birahi, atau bahkan dengan perasaan ingin memiliki. Sebab kalau hanya urusan ketertarikan seksual atau syahwat biologis, tanpa cinta pun bisa jadi. Pandangan bahwa cinta itu berbeda dengan syahwat atau nafsu ingin memiliki, akan semakin bisa dibenarkan apabila kita merujuk pada sebuah firman Allah swt. dalam Alqur’an berikut: زُيِÙ'Ù†ÙŽ لِلنَÙ'اسِ حُبُÙ' الشَÙ'هَوَاتِ مِنَ النِÙ'سَاءِ وَالÙ'بَنِينَ وَالÙ'قَنَاطِيرِ الÙ'مُقَنÙ'طَرَةِ مِنَ الذَÙ'هَبِ وَالÙ'فِضَÙ'ةِ وَالÙ'خَيÙ'لِ الÙ'مُسَوَÙ'مَةِ وَالÙ'Ø£ÙŽÙ†Ù'عَامِ وَالÙ'حَرÙ'ثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الÙ'حَيَاةِ الدُÙ'Ù†Ù'يَا وَاللهُ عِنÙ'دَهُ حُسÙ'نُ الÙ'مَآبِ. (آل عمران: 14) Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). Dalam menafsiri lafadz حُبُÙ' الشَÙ'هَوَاتِ pada ayat ini, para teolog (mutakallimîn) mengatakan antara cinta dan syahwat itu berbeda. Perbedaan ini ditengarai melalui kaidah nahwiyah bahwa, rangkaian idlâfah menunjukkan perbedaan mudlâf dengan mudlâf ilaih. Dengan kata lain, mudlâf (حُبُÙ') bukanlah mudlâf ilaih (الشَÙ'هَوَاتِ).[1] Artinya, cinta bukanlah syahwat. Perasaan cinta, dalam pengertian mengasihi, menyangi seperti di atas, dalam Islam tidak dilarang.[2] Bahkan cinta merupakan anugerah Allah untuk hamba-Nya yang harus disyukuri dengan menjaganya senantiasa lurus menuju ridla-Nya. Mencintai lawan jenis secara wajar dan rasional, dalam Islam bukanlah larangan. Karena naluri saling mencintai antar laki-laki dan wanita, telah ditetapkan sebagai sunnatullah. Naluri tersebut ada karena wanita diciptakan dari bagian organ laki-laki (tulang rusuk), sehingga wanita akan senantiasa merindukan asal kejadiannya itu. Sedangkan laki-laki diciptakan dengan memiliki naluri ketertarikan kepada wanita yang dapat membuatnya merasa tentram dan damai berada di sisinya.[3] Dalam sebuah hadits Nabi saw. bersabda: حُبِبَ لِي مِن دُنيَاكُم النِسَاءُ وَالطَيبُ وَجُعِلَتÙ' قَرَةُ عَينِي فِي الصَلَاةِ Aku dicintakan pada duniamu, yaitu wanita dan wewangian, dan dijadikan penentramku di dalam shalat. (HR. Ahmad, An-Nasa’i, Hakim dan Al-Baihaqi) Setelah jelas bisa dimengerti perbedaan antara cinta dan nafsu, selanjutnya perlu diketahui alasan atau motivasi seseorang jatuh cinta, sehingga dari sana akan bisa diketahui kualitas cinta seseorang. Apakah cinta yang tulus atau sebenarnya hanya ketertarikan syahwat yang diatasnamakan cinta. Dalam Ihya' Ulumiddien, Imam Alghazali mengklasifikasikan motivasi atau alasan rasa cinta ke dalam empat kategori: a. Cinta Karena Faktor Internal Figur yang menarik, baik secara fisik, kepribadian, perilaku, kecerdasan, atau lainnya, adalah unsur-unsur internal (dzati) seseorang yang dinilai indah, disenangi, dan dicintai oleh karakter normal. Unsur-unsur inilah yang pada galibnya menjadi alasan seseorang jatuh cinta. Namun menurut Alghazali, rasa cinta kadang bukan termotivasi oleh faktor-faktor figuristik internal tersebut, melainkan karena adanya unsur kecocokan atau kesesuaian (munâsabah) abstrak diantara dua orang. Karenanya, tidak jarang dijumpai dua orang yang saling mencintai dan mengasihi tanpa lagi peduli pada faktor-faktor menarik secara figuristik internal. Kecocokan astrak ini berada di luar jangkauan analisis manusia. Alghazali menyitir sebuah hadits yang mengisyaratkan adanya ketertarikan karena unsur kecocokan abstrak ini. الأَرÙ'وَاحُ جُنُودٌ مُجَنَÙ'دَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنهَا ائÙ'تَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنهَا اخÙ'تَلَفَ “Jiwa-jiwa manusia adalah pasukan-pasukan yang dilepas. Apabila pasukan-pasukan itu bertemu dan saling mengenal, maka akan terjadi kecenderungan (cinta), dan apabila tidak saling mengenal, maka akan berpaling”. (HR. Bukhari dan Muslim) Termasuk dalam kategori cinta ini adalah orang yang mencintai karena kecantikan atau ketampanan paras. Cinta jenis ini bukan termasuk cinta karena Allah, melainkan cinta karena dorongan naluri syahwat. Sebab, syahwat memiliki ketertarikan alamiah pada hal-hal indah, dan menyenangkan (al-ladzah). Karenanya, cinta jenis ini bisa dirasakan baik oleh orang beriman ataupun tidak. Secara hukum, jenis cinta seperti ini tidak berdosa, sepanjang tidak menjerumuskan pecinta pada hal-hal terlarang, seperti melampiaskan hasrat birahi bukan pada tempatnya. b. Cinta Karena Faktor Eksternal Duniawi Yaitu mencintai seseorang demi mendapatkan tujuan dan kepentingannya di balik cinta yang ia berikan. Dalam kategori ini, orang yang dicintai hanya menjadi alat atau perantara untuk mencapai tujuan yang sebenarnya, sedangkan yang sesungguhnya dicintai adalah apa yang menjadi tujuan dan kepentingannya itu. Seorang pria mencintai wanita karena kedudukan atau kekayaannya, maka harta dan kedudukan wanita itulah sebenarnya yang menjadi kekasih pria, bukan wanitanya. Wanita dalam kualitas cinta demikian, dicintai hanya sebagai sarana yang diperalat untuk memperoleh kekasih dan cinta yang sesungguhnya, yakni harta dan kedudukan. Jenis cinta demikian juga bukan cinta yang tulus, apalagi cinta karena Allah. Dan secara hukum, akan sangat tergantung pada legal-tidaknya tujuan-tujuan duniawi tersebut. c. Cinta Karena Faktor Eksternal Ukhrawi Yaitu mencintai bukan karena figur dan faktor-faktor internal, atau karena faktor eksternal tapi tidak untuk kepentingan yang bersifat duniawi, melainkan demi kepentingan ukhrawi. Cinta demikian termasuk kategori cinta karena Allah. Seperti mencintai isteri shalihah demi keterjagaan agamanya dan memperoleh keturunan shalih yang akan mendoakan, dll. Kendati dalam cinta jenis ini terdapat faktor-faktor eksternal yang bersifat duniawi, namun cinta demikian termasuk kategori cinta fiLlah, karena yang dicintai bisa menjadi wasilah menuju cinta Allah. Hanya saja, cinta ini termasuk cinta kepada Allah dengan syarat, apabila kepentingan-kepentingan ukhrawi yang diperoleh berkurang, maka akan berkurang pula rasa cintanya, dan akan bertambah apabila bertambah keuntungan ukhrawi yang didapatkan. Sederhananya, cinta kepada Allah adalah setiap cinta yang andai saja bukan atas dasar keimanan kepada Allah, niscaya cinta itu tidak pernah dirasakan. d. Cinta LiLlah dan FiLlah Ini adalah cinta tingkat tinggi. Mencintai karena cinta Allah. Artinya, mencintai apapun bukan karena apapun kecuali karena cinta Allah. Logikanya, cinta yang besar pada kekasih, akan menjalar pada segala hal yang berkaitan dengan kekasih. Ia akan mencintai orang-orang yang dicintai kekasih: idolanya, temannya, saudaranya, pembantunya, bahkan kekasihnya kekasih. Ia akan mencintai apa saja yang disukai kekasih: hobinya, seleranya, rumahnya, pakaiannya, bahkan kekurangan-kekurangan atau sesuatu yang menyakitkan dari kekasih pun akan dicintai. Seperti kata pepatah, “gara-gara bunga mawar, durinya pun ikut disiram”. Puncak dari rasa cinta ini akan sampai pada seperti keadaan para perindu Allah yang tak dapat lagi membedakan antara kenikmatan dan petaka yang menimpanya, sebab segalanya datang dari Allah, Sang Kekasih Tercinta. Harapan dan ratapan akan sama-sama terasa manis baginya. Ia akan mencintai apa saja yang dicintai dan disenangi kekasih, seperti ia juga akan membenci apa saja yang dibenci sang kekasih. Seorang laki-laki yang jatuh cinta pada wanita, termasuk cinta fiLlah dan liLlah apabila semata-mata atas dasar, oleh karena Allah mencintai wanita itu.[4] Selebihnya, hanya “cinta” dalam tanda kutip yang besar. Dari sini bisa dimengerti bahwa, cinta itu berbeda dengan ketertarikan seksual, ataupun syahwat memiliki. Cinta adalah perasaan yang hanya akan memberikan kebaikan dan pemuliaan kepada pecinta dan orang yang dicintai. Cinta itu membangun, bukan merusak atau menghancurkan. Cinta tidak akan pernah mengizinkan pada sesuatu yang tidak baik. Segala hal yang tidak baik, pasti bukan cinta. Cinta tak bisa dipaksakan menjadi alasan pembenaran segala tindakan yang tidak baik. Karena itu, jangan pernah percaya pada orang yang berdalih atau mengatasnamakan cinta saat ingin dituruti syahwat seksualnya. Orang demikian bukan sedang “mencintaimu”, melainkan hanya ingin mengajakmu “bercinta”. Dan yang perlu diperhatikan lagi adalah, â€"umumnyaâ€" pria bersedia “mencintai”, lebih karena ingin bisa “bercinta”, sedangkan wanita bersedia diajak “bercinta”, lebih karena ingin dicintai. Keduanya sangat berbahaya bagi yang belum benar-benar siap secara mental dan finansial untuk berlenggang menjemput cinta di indahnya pelaminan. Hati-hati!. III. NIKAH DAN IBADAH Nikah, merupakan ibadah yang menduduki posisi sangat penting dalam keagamaan seorang Muslim. Nikah dalam Islam menempati separuh agama. Artinya, seorang Muslim yang telah menikah, seolah telah menjalankan separuh dari agamanya. Sebab, kehadiran agama Islam pada prinsipnya untuk menjaga potensi keburukan manusia. Potensi keburukan ini bersumber dari dua muara nafsu. Yakni nafsu perut dan nafsu kelamin. Ketika seseorang telah menikah, maka nafsu kelamin telah memiliki tempat penyaluran halal yang akan menjaganya, sehingga tugas seseorang tinggal menjaga salah satu nafsunya, yaitu nafsu perut. Rasulullah saw. bersabda: إِذَا تَزَوَÙ'جَ الÙ'عَبÙ'دُ فَقَدِ اسÙ'تَكÙ'Ù…ÙŽÙ„ÙŽ نِصÙ'فَ الدِÙ'ينِ فَلÙ'يَتَÙ'قِ الله فِي النِÙ'صÙ'فِ الÙ'بَاقِي. (رواه البيهقي) Ketika seorang telah menikah, maka ia benar-benar telah menyempurnakan separuh agama, maka hendaknya ia takut kepada Allah pada separuh yang lain. Dalam Islam, hanya ada dua jalan bagi kehalalan penyaluran hasrat seksual. Yaitu nikah atau kepemilikan budak. Pemenuhan hasrat biologis selain melalui dua jalan ini, termasuk perbuatan zina yang diharamkan Allah. Namun nikah dalam Islam bukan hanya sekedar prosesi seremonial untuk keabsahan melampiaskan hasrat seksual belaka. Nikah dalam Islam merupakan prosesi sakral bernilai ibadah yang diikrarkan dengan kalimat Allah. Rasulullah saw. bersabda: اتَÙ'قُوا اللهَ فِي النِÙ'سَاءِ فَإِنَÙ'كُمÙ' أَخَذÙ'تُمُوهُنَÙ' بِأَمَانَةِ اللهِ وَاسÙ'تَحÙ'Ù„ÙŽÙ„Ù'تُمÙ' فُرُوجَهُنَÙ' بِكَلِمَةِ اللهِ. (رواه مسلم) Takutlah kalian kepada Allah dalam urusan wanita. Sesungguhnya kalian mengambil mereka dengan amanah Allah, dan kalian menghalalkan farji mereka dengan kalimat Allah. Bahkan nikah merupakan perjumpaan dua kategori beda kelamin dalam satu bahtera tanggung jawab, amanah, hak, dan kewajiban, untuk bersama mengarungi mahligai cinta, demi melahirkan generasi-generasi shalih pewaris para Nabi yang akan melanjutkan tugas estafet kekhalifahan di muka bumi. وَمِنÙ' آيَاتِهِ Ø£ÙŽÙ†Ù' خَلَقَ لَكُمÙ' مِنÙ' Ø£ÙŽÙ†Ù'فُسِكُمÙ' أَزÙ'وَاجًا لِتَسÙ'كُنُوا إِلَيÙ'هَا وَجَعَلَ بَيÙ'نَكُمÙ' مَوَدَÙ'ةً وَرَحÙ'مَةً إِنَÙ' فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوÙ'مٍ يَتَفَكَÙ'رُونَ Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar-Rum : 21) تَزَوَÙ'جُوا الÙ'وَلُودَ الÙ'وَدُودَ فَإِنِÙ'ÙŠ مُكَاثِرٌ بِكُمÙ' الÙ'أُمَمَ ÙŠÙŽÙˆÙ'Ù…ÙŽ الÙ'قِيَامَةِ Nikahilah perempuan-perempuan yang subur, yang memiliki kasih sayang besar, karena sesungguhnya dengan perantara kalian aku memperbanyak umat di hari kiamat. (HR. Abu Dawud dan Hakim) Karena sedemikian urgennya nikah dalam Islam, Rasulullah saw. mewanti-wanti umatnya agar jangan sampai salah dalam memilih pasangan. Nabi sangat menekankan umatnya untuk selektif dalam memilih jodoh, dan memprioritaskan pribadi yang memiliki keagamaan kuat. Karena pribadi seperti inilah yang akan senantiasa menolong dalam melangkah lurus menuju ridla Allah swt. تَخَيَÙ'رُوا لِنُطَفِكُمÙ' وَلَا تَضَعُوهَا فِي غَيÙ'رِ الÙ'Ø£ÙŽÙƒÙ'فَاءِ. (رواه الحاكم) Pilihlah untuk sperma kalian, janganlah kalian meletakkannya di selain tempat terbaik. تُنÙ'كَحُ المَرÙ'أَةُ ِلأَرÙ'بَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيÙ'نِهَا فَاظÙ'فَرÙ' بِذَاتِ الدِÙ'ÙŠÙ'نِ تَرِبَتÙ' يَدَاكَ. (رواه مسلم) "Wanita dinikahi karena empat faktor: materinya, keturunannya, kecantikannya dan keagamaannya. Dapatkanlah wanita yang memiliki keagamaan kuat, kau akan rugi jika tidak mendapatkannya". (HR. Imâm Muslim). Dalam sebuah sabda, Nabi pernah melukiskan kriteria wanita shalihah. Yaitu wanita yang ketika dipandang suami sanggup mendamaikan mata dan menentramkan hati, yang senantiasa taat ketika diperintah, dan bisa menjaga kehormatan ketika ditinggal pergi suami. الÙ'مَرÙ'أَةُ الصَÙ'الِحَةُ إِذَا نَظَرَ إِلَيÙ'هَا سَرَÙ'تÙ'هُ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتÙ'هُ وَإِذَا غَابَ عَنÙ'هَا حَفِظَتÙ'هُ "Wanita salehah adalah ketika dilihat suami maka akan membahagiakannya, ketika diperintah suami maka akan mematuhinya, dan ketika ditinggal suami maka ia akan menjaga kehormatan suami." (HR. Ibn 'Abbâs) Mendapatkan pasangan hidup yang ideal (shalih/shalihah), tentu pilihan setiap orang. Sebab pasangan yang ideal akan sangat menjanjikan keharmonisan lahir batin dalam mengarungi mahligai rumah tangga. Tidak ada kekecewaan yang lebih memilukan selain mendapati seorang yang kita salah memilihnya sebagai pasangan hidup. Karena itulah Islam mensyariatkan khithbah (lamaran) sebelum pernikahan. Khithbah disyariatkan sebagai tahap penjajakan dan ta’aruf, yakni tahap saling mengenali satu sama lain, sebagai antisipasi kekecewaan di kemudian hari. Karena tujuan khithbah hanya sebagai tahap penjajakan dan pengenalan, kedekatan hubungan yang dilegalkan dalam konsep ini juga terbatas. Yaitu hanya dengan cara memandang wajah dan telapak tangan, bukan dengan cara-cara pacaran seperti trend sekarang. Legalitas lamaran hanya dengan cara memandang wajah dan telapak tangan ini, karena rahasia-rahasia fisik dan kepribadian seseorang sudah bisa dimonitor melalui aura wajah dan telapak tangan. Disamping boleh memandang wajah dan telapak tangan, dalam proses khithbah juga diperbolehkan duduk atau berbincang-bincang bersama sepanjang tidak sampai bernuansa khalwah (berduaan), seperti misalnya mengajak pihak ketiga yang bisa menghindarkan fitnah, dan juga tidak ikhtilâth (berdempetan), atau saling sentuh. Sebab, makhthûbah (wanita yang telah dilamar) bagaimanapun masih berstatus ajnabiyyah (wanita lain) yang sedikitpun belum berlaku hukum zaujiyyah (suami-isteri). Laki-laki dan wanita yang bukan mahram atau bukan suami-isteri, haram hukumnya berduaan atau berdempetan. Rasulullah saw. bersabda: إِيَÙ'اكُمÙ' وَالÙ'خَلÙ'وَةَ بِالنِÙ'سَاءِ وَالَÙ'ذِي نَفÙ'سِي بِيَدِهِ مَا خَلا رَجُلٌ وَامÙ'رَأَةٌ إِلا دَخَلَ الشَÙ'ÙŠÙ'طَانُ بَيÙ'نَهُمَا، وَلَيَزÙ'حَمُ رَجُلٌ خِنÙ'زِيرًا مُتَلَطِÙ'خًا بِطِينٍ Ø£ÙŽÙˆÙ' Ø­ÙŽÙ…Ù'أَةٍ خَيÙ'رٌ لَهُ مِنÙ' Ø£ÙŽÙ†Ù' يَزÙ'Ø­ÙŽÙ…ÙŽ Ù…ÙŽÙ†Ù'كِبُهُ Ù…ÙŽÙ†Ù'كِبَ امÙ'رَأَةٍ لَا تَحِلُÙ' لَهُ. (رواه الطبراني) Takutlah kalian berduaan di tempat sepi dengan wanita (bukan mahram). Demi Dzat yang aku dalam genggaman-Nya, tidaklah seorang laki-laki dan perempuan (bukan mahram) yang berduaan di tempat sepi kecuali syaitan masuk di antara keduanya, seorang laki-laki yang bergumul dengan babi hutan yang berlumuran lumpur hitam, itu jauh lebih baik dari pada pundaknya berdempetan (ikhtilath) dengan pundak perempuan yang tidak halal baginya”. (HR. Ath-Thabrani) Jadi, konsep Islam dalam mengatur hubungan sepasang remaja yang sedang jatuh cinta, bukan dengan hubungan tanpa batas, melainkan hubungan yang dibingkai dengan nilai-nilai kesalehan pakerti. Kemesraan dan romantisme yang tidak mencerminkan kepribadian shalih/shalihah antar lawan jenis, sangat dikecam dalam Islam, sebelum keduanya mengikrarkan ijab dan qabul dalam pernikahan yang sah. Karena itu, sebelum menikah, muda-mudi Islam tidak seharusnya menjalin romantisme dengan lawan jenis, supaya harga diri dan keshalihan agamanya terjaga. Hanya pemuda bodoh yang merasa malu ketika tidak memiliki pasangan sebagai tempat bermesraan yang tidak halal. Tak perlu khawatir dengan jodoh. Kendati jodoh perlu dicari, namun percayalah, jodoh sudah diatur oleh Allah. Karena itu, tugas kita bukan untuk menghabiskan waktu, pikiran, dan energi untuk memburunya. Orang yang hanya sibuk memburu cinta, akan lupa untuk memantaskan diri dicintai oleh sebaik-baiknya kekasih. Tugas kita bukan mengatur siapa jodoh kita, melainkan mengatur dan memantaskan diri menjadi sebaik-baiknya pribadi yang dicintai oleh sebaik-baiknya kekasih. Indahkanlah hati dan pikiranmu, anggunkanlah wajah dan perilakumu, dan bergaullah dalam lingkungan yang baik. Kekasih yang baik, anggun, dan indah, hanya pantas bagi pribadi yang baik, anggun, dan indah. Allah swt. berfirman: الÙ'خَبِيثَاتُ لِلÙ'خَبِيثِينَ وَالÙ'خَبِيثُونَ لِلÙ'خَبِيثَاتِ وَالطَÙ'يِÙ'بَاتُ لِلطَÙ'يِÙ'بِينَ وَالطَÙ'يِÙ'بُونَ لِلطَÙ'يِÙ'بَاتِ (النور: 26) Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).
Selanjutnya »

 
Powered by KUA Sukolilo